|
Anda belum login [ Login ] |
Impor via E-Commerce Mulai Rp 42.000 Dipajaki, Ini Tanggapan Pengusaha
NamaDomain.com, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung aturan tarif pajak untuk produk impor e-commerce. Beleid tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, penerapan aturan tersebut merupakan permintaan dari pelaku usaha. Ia mengatakan, saat ini banjir produk impor melalui e-commerce telah menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha.
"Ini yang kita khawatirkan, mulai menggangu UMKM kita, termasuk pengrajin. Oleh karena itu kami memang meminta pemerintah untuk membuat tingkat kompetisi yang adil," katanya saat konferensi pers di Kantor Apindo, Kuningan, Jakarta, Kamis (23/1).
Melalui PMK Nomor 199 Tahun 2019, Bea Cukai memperluas produk impor e-commerce yang dipungut pajak dari harga produk yang sebelumnya USD 75, sekarang menjadi USD 3 per kiriman. Artinya produk impor e-commerce di bawah USD 3 atau Rp 42.000 (kurs dolar Rp 14.000) saja yang tidak dikenakan pajak.
Sedangkan pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal. Namun demikian, pemerintah juga merasionalisasi tarif dari semula berkisar sekitar 27,5 persen - 37,5 persen (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP, dan PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi sekitar 17,5 persen (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 0 persen).
Hariyadi menyampaikan, terjadi peningkatan kiriman barang impor yang signifikan dalam beberapa tahun terkahir.
Berdasarkan catatannya, pada tahun 2017 kiriman produk impor sebanyak 6,1 juta. Pada tahun 2018, kiriman barang impor melonjak signifikan menjadi 19,5 juta dan pada tahun lalu kembali mengalami lonjakan menjadi 57,9 juta kiriman.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjdo Iduansjah menambahkan, pihaknya turut mendukung penerapan aturan pajak impor e-commerce. Menurutnya banjir produk impor melalui e-commerce yang tanpa dikenakan pajak telah mengganggu operasional bisnis.
"Jadi 57 juta paket (produk impor bebas pajak kiriman) yang masuk tahun lalu sangat mengganggu sektor-sektor offline yang mana kami menjual baik di offline maupun online. Sangat sulit untuk berkompetisi," jelasnya.