Anda belum login [ Login ]
Resource » Berita Terkini | Artikel | Download
Cari di Arsip:

Big Data: Mengungkap Peluang dari Tumpukan 'Sampah'

Tanggal: 02 Sep 2014
Sumber: Penulis: Benni Adham - detikinet

NamaDomain.com,

Jakarta - Teknologi analisa Big Data mampu membongkar rahasia-rahasia inovasi yang selama ini tersembunyi dalam tumpukan data tidak terstruktur bervolume besar.

Data adalah salah satu aset paling berharga dari perusahaan. Dengan data, perusahaan mampu menganalisa proses bisnis, atau perilaku dan sentimen konsumen, dan bahkan tren pasar.

Analisa itu penting untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas bisnis, atau menciptakan inovasi produk dan layanan, guna meningkatkan daya saing dalam industri yang semakin kompetitif.

Akan tetapi, tantangan muncul ketika volume data yang dimiliki perusahaan meningkat semakin besar. Jika tak dimanfaatkan, maka ia tak lebih dari sekadar tumpukan 'sampah'. Secara umum, perusahaan berskala kecil dan menengah mulai kesulitan mengelola, mengolah, dan menganalisa data ketika volume sudah mencapai beberapa ratus GB. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar menghadapi masalah ketika volume data mencapai belasan atau ratusan TB.

Perusahaan menghadapi tantangan semakin besar ketika harus menganalisa data bervolume besar tetapi tidak terstruktur (unstructured data). Sebab, data tidak terstruktur tidak dapat diolah oleh sistem manajemen database relasional serta aplikasi-aplikasi statistik dan visualisasi data level desktop. Secara sederhana, data tidak terstruktur adalah data yang tidak dapat ditabelkan dalam database.

Dalam perusahaan, data tidak terstruktur memiliki banyak bentuk. Namun yang paling umum adalah report, presentasi, spreadsheet, email, dan content Internet, seperti data dari media sosial. Firma riset Gartner Inc memperkirakan, data tidak terstruktur pada saat ini mewakili hingga 80 persen dari total aset informasi perusahaan.

“Data tidak terstruktur adalah sumber informasi sangat berharga bagi perusahaan. Namun, informasi itu akan tetap menjadi rahasia tersembunyi apabila perusahaan tidak mampu menganalisa,” kata Research Director Collaboration & Content Strategies Service Gartner Inc Darin Stewart.


Guna menganalisa data tidak terstruktur yang bervolume besar, perusahaan memerlukan teknologi analisa Big Data. Secara harfiah, Big Data bermakna data bervolume besar dan tidak terstruktur. Gartner menegaskan, teknologi analisa Big Data menawarkan cara-cara inovatif untuk menganalisa peluang dan tantangan bisnis.

“Cara-cara inovatif tersebut tidak dapat dilakukan sebelum kehadiran teknologi analisa Big Data. Teknologi ini mampu menciptakan peluang-peluang inovatif bagi perusahaan pengguna karena mampu menganalisa data tidak terstruktur dalam volume besar dari sumber yang bermacam-macam. Entah itu data internal yang sudah tersimpan dalam storage perusahaan. Atau pun data eksternal yang berasal dari Internet, terutama media sosial,” ungkap Research Vice President Gartner Inc Hung LeHong.

Membuktikan bahwa Big Data memiliki peran semakin penting dalam bisnis dan layanan publik, pemerintah AS di bawah Presiden Barack Obama meluncurkan proyek Big Data Research and Development Initiative pada 2012. Didukung anggaran USD 200 juta (sekitar Rp 2,3 triliun), proyek tersebut bertujuan mengidentifikasi masalah yang membelit AS dan menciptakan solusinya. Proyek itu melibatkan 84 program Big Data berbeda yang digunakan pada enam departemen pemerintahan AS.

Di sektor swasta, perusahaan-perusahaan yang agresif mengimplementasikan teknologi Big Data antara lain eBay, dengan volume hampir 100 PB. Teknologi Big Data tersebut digunakan untuk mempercepat pencarian dan memperbaiki pelayanan terhadap konsumen.

Selain itu, Walmart juga menggunakan teknologi Big Data berkapasitas lebih dari satu juta transaksi per jam dengan volume lebih dari 2,5 PB dan Facebook menggunakan teknologi Big Data untuk menangani lebih dari 50 miliar foto para pengguna. Pada saat yang sama, teknologi Big Data juga digunakan pada fasilitas riset Large Hadron Collider serta NASA.

Kebutuhan Mendesak

Gartner menegaskan, teknologi Big Data menjadi kebutuhan semakin mendesak karena volume data di dunia bertumbuh paling sedikit 59 persen per tahun. Tidak hanya volume yang meningkat, pertumbuhan data juga terjadi pada variasi. Di samping itu, data juga menjadi semakin cepat muncul dan harus semakin cepat dianalisa pula untuk mempercepat pembuatan keputusan.


“Para pemimpin IT harus memahami kontrol dan koordinasi Big Data agar potensi Big Data tidak berubah menjadi risiko berupa chaos, yang mengancam compliance, meningkatkan biaya pengelolaan, serta mempersulit pengolahan data,” kata Research Vice President Gartner Inc Mark Beyer.

Gartner mengungkapkan, perusahaan-perusahaan di dunia mulai antusias mengadopsi teknologi analisa Big Data. Pendapat tersebut dikemukakan berdasarkan survei Gartner pada 2013 yang menemukan bahwa 64 persen perusahaan di dunia sudah berinvestasi atau berencana berinvestasi dalam teknologi Big Data.

Gartner menegaskan, minat terhadap Big Data meningkat karena dalam survei 2012 hanya 58% perusahaan di dunia berinvestasi atau berencana berinvestasi dalam teknologi Big Data. Dari para responden survei 2013, Gartner menjelaskan, terdapat 30% perusahaan sudah berinvestasi dalam teknologi Big Data, sebanyak 19% berinvestasi pada 2014, dan 15% yang lain berencana berinvestasi pada 2015.

Dalam pemaparan Gartner, perusahaan-perusahaan di dunia yang paling agresif berinvestasi teknologi Big Data adalah media dan komunikasi, perbankan, serta jasa. Sebanyak 39 persen perusahaan media dan komunikasi di dunia, berdasarkan keterangan Gartner, mengaku sudah berinvestasi dalam teknologi Big Data.

Pada saat yang sama, sebanyak 34% perusahaan perbankan dan 32 perusahaan jasa sudah berinvestasi teknologi Big Data pada 2013. Gartner menambahkan, sebanyak 50% perusahaan transportasi, sekitar 41% perusahaan pelayanan kesehatan, dan 40% perusahaan asuransi berencana berinvestasi teknologi Big Data pada 2015.

Dari sudut pandang regional, sebanyak 38% perusahaan di Amerika Utara (AS dan Kanada) sudah berinvestasi teknologi Big Data pada 2013. Namun demikian, Gartner menegaskan, Asia Pasifik akan menjadi pendorong pertumbuhan pasar teknologi Big Data global karena sebanyak 45% perusahaan di Asia Pasifik berencana berinvestasi teknologi Big Data pada 2015.

“Untuk Big Data, tahun 2013 adalah masa eksperimen dan deployment awal bagi perusahaan. Namun begitu, teknologi Big Data terus menyedot perhatian dan investasi,” tutur Research Vice President Gartner Inc Frank Buytendijk.


Gartner menjelaskan, pemanfaatan terbesar teknologi Big Data dalam perusahaan antara lain untuk meningkatkan pemahaman perusahaan terhadap kebutuhan konsumen, memperbaiki efisiensi proses, memangkas biaya operasi bisnis, serta mendeteksi risiko-risiko yang mengancam bisnis.

Industri yang memanfaatkan teknologi Big Data untuk memperbaiki pelayanan konsumen antara lain retail, asuransi, media dan komunikasi, serta perbankan. Sementara itu, industri yang menggunakan teknologi Big Data untuk meningkatkan efisiensi proses bisnis adalah manufaktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, serta transportasi.

Gartner menjelaskan, perusahaan-perusahaan yang sudah mengadopsi teknologi Big Data mampu mengubah strategi bisnis secara sangat cepat sesuai dinamika industri. Sebab, teknologi Big Data mampu mengalisis berbagai macam data dari berbagai sumber secara sangat cepat.

Gartner memberikan contoh, perusahaan umumnya memerlukan waktu paling cepat satu hari untuk menganalisa data penjualan mingguan. Namun dengan teknologi Big Data, analisa tersebut dapat dilakukan dalam hitungan menit saja.

Firma riset FSN Publishing Ltd menegaskan, teknologi Big Data bersifat sangat vital untuk mendorong pertumbuhan bisnis setiap perusahaan. FSN mencontohkan, sebuah perusahaan jasa finansial berisiko kehilangan pendapatan hingga 12% per tahun apabila tidak menggunakan teknologi analisa Big Data.

Dengan teknologi tersebut, perusahaan jasa finansial mampu mendongkrak pendapatan karena teknologi itu membuka peluang-peluang baru guna memperbesar pangsa pasar perusahaan jasa finansial tersebut.

Contoh paling nyata keberhasilan penggunaan teknologi Big Data dalam industri jasa keuangan, menurut FSN, adalah implementasi teknologi itu pada perusahaan asuransi kendaraan bermotor Co-operative Insurance di Inggris. Perusahaan itu menginstal alat yang memonitor intensitas penggunaan mobil dan gaya berkendara para nasabah pada setiap hari. Data itu kemudian dianalisa dengan teknologi Big Data.


Hasilnya, Co-operative Insurance mampu mengidentifikasi nasabah yang ugal-ugalan dalam berkendara, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data tersebut, Co-operative Insurance bisa membebankan premi asuransi lebih tinggi terhadap nasabah yang berisiko kecelakaan lebih besar dan premi lebih rendah untuk nasabah berisiko lebih kecil.

Karena itu, bisnis Co-operative Insurance menjadi lebih kompetitif di industri asuransi kendaraan bermotor Inggris sehingga mampu meraih nasabah lebih banyak dan pendapatan lebih besar.

Potensi Pasar

Karena teknologi analisa Big Data sudah menjadi kebutuhan mendesak bagi perusahaan, industri teknologi dan jasa analisa Big Data di dunia dipercaya akan bertumbuh pesat. Firma riset International Data Corp (IDC) memperkirakan, pendapatan pasar teknologi dan jasa Big Data global akan bertumbuh 27% per tahun menjadi USD 32,4 miliar (sekitar Rp 379,6 triliun) pada 2017.

IDC menilai, angka pertumbuhan pasar Big Data tersebut sekitar enam kali lebih tinggi daripada pertumbuhan pendapatan pasar ICT global secara umum. “Pertumbuhan pesat pasar Big Data diwarnai pula dengan persaingan sengit antara perusahaan-perusahaan besar dan perusahaan-perusahaan kecil yang berebut pelanggan dan pangsa pasar,” kata Vice President Business Analytics and Big Data Research IDC Dan Vesset.

Khusus untuk wilayah Asia Pasifik, IDC memprediksi, pendapatan pasar teknologi dan jasa Big Data akan bertumbuh sekitar 34% per tahun dari USD 548,4 juta (sekitar Rp 6,4 triliun) pada 2012 menjadi USD 2,38 miliar (sekitar Rp 27,9 triliun) pada 2017.

IDC mendapati, investasi teknologi Big Data pada saat ini sudah bermunculan di Asia Pasifik, guna memperbaiki proses bisnis dan meningkatkan kepuasan pelanggan pada masing-masing perusahaan pengguna.


IDC menemukan, para pengguna teknologi Big Data terbesar di Asia Pasifik pada saat ini adalah perusahaan-perusahaan Australia dan Singapura. Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan di China dan India juga mulai bergerak untuk mengadopsi teknologi analisa Big Data.

“Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik meningkatkan fokus pada proyek-proyek inovasi dengan memanfaatkan teknologi-teknologi analisa Big Data untuk mengolah data mereka yang semakin kompleks,” tutur Senior Program Manager APEJ Big Data & Analytics & Enterprise Applications IDC Daniel-Zoe Jimenez.

IDC memperkirakan, pada 2014 teknologi Big Data di dunia memang masih didominasi framework Apache Hadoop. Namun demikian, teknologi open source tersebut tidak akan mampu memenuhi semua tuntutan pemrosesan Big Data. Alhasil, pasar memerlukan teknologi-teknologi alternatif yang lebih inovatif.

IDC menilai, Hadoop menjumpai kendala dalam memenuhi tuntutan-tuntutan seperti agility, skalabilitas, lingkup pengumpulan data, pemrosesan transaksi ekstrem, dan manajemen data streaming.

“Teknologi-teknologi Big Data memang memungkinkan perusahaan meraih manfaat baru dari data yang sebelumnya belum terjamah. Namun perusahaan harus lebih dulu mengidentifikasi tipe data yang akan dikelola dan masalah-masalah yang akan diselesaikan,” jelas Research Vice President Database Management & Data Integration Software Research IDC Carl Olofson.

Gartner menambahkan, pertumbuhan pasar teknologi Big Data juga akan mendorong pertumbuhan pasar kerja. Gartner memperkirakan, pada 2015 akan muncul sekitar 4,4 juta lapangan kerja IT baru untuk mendukung operasi teknologi Big Data. Lebih dari itu, Gartner menegaskan, satu lapangan kerja IT untuk Big Data akan menciptakan pula tiga lapangan kerja non-IT untuk mendukung operasi teknologi Big Data.

“Tetapi selain peluang tersebut, Big Data juga memendam ancaman. Sistem pendidikan tidak mampu menghasilkan sarjana-sarjana IT yang siap menangani teknologi Big Data. Akibatnya, ahli Big Data akan menjadi langka dan mahal. Dari seluruh lapangan kerja IT terkait Big Data yang tersedia, mungkin hanya sepertiga saja yang akan terisi,” kata Senior Vice President Gartner Inc Peter Sondergaard.


(ash/ash)

*) Penulis, Benni Adham merupakan Chief Software Architect (CSA) i-811.